Laporan : Toni R
LAHAT, Gemasriwijaya.Net – Desa Bantunan, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang berbatasan dengan Kecamatan Pseksu, Kecamatan Gumay Ulu, Kota Pagaralam dan Kecamatan Sukamerindu, dengan kondisi yang berbukit-bukit.
Desa Bantunan yang sejuk dengan pemandangan kaki Gunung Dempo, jarak yang ditempuh memasuki Bantunan sekitar lebih dari 80 km dari Kota Lahat, dengan waktu lebih kurang satu jam lebih perjalanaan santai menggunakan kendaraan roda empat. Jalanan sangat lega dan kepadatan penduduk yang tidak seberapa, pemandangan sawah dan kebun kopi ini terasa indah, masih ada beberapa dahan yang bermunculan bunga kopi putih yang mewangi.
Menurut data pusat statistik pada 2021 lalu, bahwa di Kecamatan Pajar Bulan ada industri anyaman rotan sebanyak 19 usaha yang berada di Desa Bantunan dan Desa Pajar Tinggi. Sayangnya tidak ditopang perdagangan yang baik. Dari usaha anyaman turun temurun yang masih bertahan dan tertatih-tatih dalam penjualannya, disebabkan jauhnya pusat perdagangan. Masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan Pasar Kalangan saja, sebab hanya seminggu sekali saja.
Produk anyaman ini banyak dipasarkan ke Pagaralam selain ke Kota Lahat, bahkan anyaman tikar purun yang selama ini biasa mereka buat sudah kesulitan mendapatkan bahan baku dan sudah ditinggalkan.
Yang masih dikerjakan anyaman rotan untuk kinjar, bake, piring dan bakul. Bahan baku rotan tidak hanya dari hutan yang ada di Pajar Bulan, tapi mereka membeli dari Tanjung Sakti, Muara Payang, Empat Lawang hingga ke Manna. Meski cukup jauh mereka mendapatkan bahan baku rotan tetap mereka beli, sebab saat panen kopi seperti sekarang peralatan Kinjar sangat laku dibeli masyarkat.
“Au, ini mate pencarian pokok dan turun-temurun, walaupun sudah sulit cari bahannye,” ungkap Hasan (45) warga Bantunan. Mereka membanderol harga dari 50 ribu hingga ratusan ribu sesuai dengan besar kecil yang dipesan” tambah Hasan.
Tidak adanya koperasi yang menampung untuk menyalurkan anyaman mereka dan teknik menganyam mereka juga masih sangat sederhana, intinya butuh bimbingan panjang. Warga sangat setuju jika bimbingan dan pemasaran yang terarah ke depan bisa mempertahankan usaha turun temurun supaya tak punah.
“Tiap rumah masih ada di sini yang menganyam, dahulunya memang menjadi sentra industri anyaman rotan di sini. Yang sudah jarang nganyam tikar purun, dekbedie bahannye,” tutur Wati (55) saat diwawancarai.
Industri kecil seperti ini jika dijaga bisa menurunkan angka kemiskinan sebab rakyatnya sudah mempunyai kemampuan, keterampilan alamiah. Tinggal mempertahankan dan memoles kemampuan masyarakat lebih baik lagi.
Editor : Ivi Hamzah