Laporan : Release SMSI
GEMAS – JAKARTA
Pemerintah saat ini sedang gencar mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi listrik di Indonesia. Hanya saja ini akan berdampak pada perubahan tarif listrik karena Energi Baru Terbarukan karena biaya produksinya sangat tinggi. Tarif yang berlaku saat ini belum menarik bagi investor. Meski pemerintah belum menyebutkan perbaikan tarif itu akan menyebabkan kenaikan atau penurunan, namun dari arah pembicaraan Menurut Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif seperti dalam rilis tertulis MenESDM arahannya tarif listrik berpotensi naik tahun ini. Kalau tarif listrik akan dinaikan tahun ini tentu berpotensi mendapat penolakan dari masyarakat yang umumnya sedang mengalami kesulitan perekonomian akibat Pandemi Covid-19.
Menurut Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, dalam waktu dekat Pemerintah akan menerbitkan aturan baru yang mengatur tarif listrik EBT yang lebih baik yang dapat membuat investor mau menanamkan investasi di sektor EBT ini. Perbaikan tarif listrik ini akan diberlakukan segera dan dalam tahun 2020 ini juga.
Kata Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif kunci peningkatan pemanfaatan EBT adalah perbaikan harga tarif listrik agar lebih kompetitif untuk menjamin investasi para investor.
“Energi baru terbarukan ini memiliki daya tarik yang luar biasa. Hanya saja biaya produksinya saat ini masih mahal. Sekarang kita sedang siapkan peraturan baru mengenai tarif yang dirasakan oleh calon investor itu akan lebih menarik,” demikian kata Arifin, Senin (14/9) dalam rilis tersebut.
Kata Arifin, pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan saat ini masih sangat rendah. Padahal Indonesia punya potensi yang besar. Pemanfaatanya masih sangat minim dibandingkan potensi yang dimiliki Indonesia.
“Potensi energi baru terbarukan di Indonesia totalnya sebesar 417,8 Giga Watt total. Yang yang dimanfaatkan baru 2,5% saja dari total potensi energi terbarukan yang kita miliki. Kita punya sumber energi geothermal, punya sinar matahari, kita punya biomassa, sumber tenaga air, ini semuanya belum teroptimalkan. Untuk ini secara bertahap harus didorong pemanfaatan energi terbarukan ini,” ujar Arifin.
Tantangan dari pemanfaatan EBT adalah tarif listrik EBT yang masih belum menarik bagi kalangan investor, sehingga meskipun potensinya besar namun investor enggan berinvestasi. Karena itu, dalam waktu dekat Pemerintah akan menerbitkan aturan baru yang mengatur tarif listrik EBT yang lebih baik yang dapat membuat investor mau menanamkan investasi di sektor EBT ini.
“Yang jadi masalah sekarang itu masalah tarif, jadi kalau masalah tarif itu sudah dapat kita selesaikan, maka EBT akan jalan dan investor akan terjamin return dari investmentnya mereka. Pemanfaatan EBT ini menjadi faktor yang sangat penting bagi Indonesia di masa kini dan mendatang karena akan mengurangi pemakaian energi fosil, walaupun tidak seluruhnya bisa dihapus,” tambah Arifin.
Arifin memperkirakan, proses penyusunan regulasi mengenai tarif listrik EBT dapat selesai segera atau setidaknya dalam tahun ini. “Kami harapkan dalam tahun ini regulasi tarif EBT dapat selesai. Proses ini juga sudah melalui beberapa kali diskusi dengan para pelaku bisnis di sektor energi baru terbarukkan, Pemerintah juga mengambil beberapa inisiatif antara lain misalnya untuk geothermal resiko eksplorasi akan diserap oleh Pemerintah, sehingga mengurangi resiko pada investor,” pungkas Arifin.
Pemanfataan EBT sebagai sumber energi menjadi harapan besar Bangsa Indonesia. Pemerintah menargetkan bauran energi nasional 23% bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) di tahun 2025 mendatang. Hal ini telah tertuang pada Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kebijakan bauran EBT 23% ini telah diimplementasikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 yang menjadi dasar penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), maupun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028.
Editor : Ivi Hamzah