LAHAT, Ampera Sumsel – Sudah sembilan bulan, Inspektur Tambang yang bertugas di Kabupaten Lahat tidak turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh perusahaan tambang batubara dan galian C. Hal ini disebabkan Inspektur Tambang tidak memiliki anggaran dana operasional untuk turun ke lapangan. Jadi saat ini, tugas Inspektur Tambang hanya melakukan pengawasan secara administrasi saja.
Dikatakan Analisis Teknik Pertambangan, Hinsyah ST dan Dodi Putra Utama ST, serta Analisis Perlindungan, Fian Habibi ST. Instruktur Tambang merupakan tenaga pengawas pertambangan yang langsung dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, kemudian bertugas di Wilayah Sumsel.
“Instruktur Tambang diberi tugas mengawasi enam aspek di perusahaan tambang, meliputi Keselamatan Kerja, Lingkungan Reklamasi, dan Pasca Tambang, Keselamatan Operasi Pertambangan, Konservasi Sumber Daya Alam dan Mineral, Teknis Pertambangan, dan Rekaya Alat Alat Pertambangan. Tugas ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2010 Pasal 21, 26, 27, 28 sampai 38 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,” jelasnya.
Ditambahkan Fian Habibi, dana untuk pengawasan pertambangan sebetulnya sudah dianggarkan oleh Dinas Energi dan SDM Pemerintah Provinsi Sumsel. Namun tidak bisa digunakan oleh Inspektur Tambang, karena Inspektur Tambang berasal dari Kementerian ESDM RI, sedangkan Pemprov pertanggung jawaban keuangannya ke Kementerian Dalam Negeri.
“Kami bingung nanti, jika dana itu, kami gunakan, pertanggung jawabannya kemana. Laporan SPJ nya kemana. Karena dana itu dari Pemprov, sedangkan kami dari Kementrian ESDM RI,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Fian Habibi, butuh kebijakan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin untuk membolehkan dana pengawasan tersebut digunakan oleh Inspektur Tambang. Sebab jika tidak memiliki dana operasional, maka Inspektur Tambang yang ada saat ini tidak bisa menjalankan tugasnya.
“Di Sumsel ada sekitar 30 Inspektur Tambang. Untuk di Lahat ada 8 orang. Persoalannya sama, tidak punya duit untuk operasional turun ke lapangan,” katanya.
Dodi Putra Utama menyampaikan, Inspektur Tambang melakukan pengawasan langsung ke lapangan minimal sebulan sekali. Di Lahat saja, setidaknya ada 30 perusahaan tambang berijin yang harus diawasi, dan lokasinya jauh. Oleh karena itu, sangat tidak memungkinkan jika tidak memiliki dana operasional pengawasan.
“Sejauh ini yang kami lakukan hanya pembahasan dokumen, pembahasan administrasi, laporan dari masyarakat, itu yang kami tinjau, sedangkan pengawasan ke lapangan tidak ada dananya. Bisa anda bayangkan bagaimana kondisi perusahaan tambang jika tidak diawasi,” lanjutnya.
Menanggapi hal ini, Bupati Lahat H Saifudin Aswari Rivai melalui Sekda Lahat H Haryanto SE MM MBA menyampaikan, seharusnya mereka segera berkoordinasi langsung dengan Provinsi Sumsel, mencari solusinya. Jangan sampai karena terkendala dana operasional, pengawasan tambang menjadi lalai.
“Kami minta UPT Dinas Energi dan SDM UPT Regional IV untuk segera berkoordinasi dengan Provinsi. Segera mencarikan solusinya. Jangan sampai akibat tidak ada pengawasan dari Inspektur Tambang, membuat daerah dirugikan seperti dampak lingkungan dan sebagainya,” pungkasnya.
Prima