Laporan : Ujang
LAHAT, Gemasriwijaya.Net – Tanpa mengharapkan imbalan apapun dari pihak lain, Sujoto (83) pria uzur pensiunan PT. KAI dan beralamat di Kelurahan Talang Jawa Utara, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat Sumatera Selatan ini, sejak tahun 2014 silam hampir setiap minggu mendatangi dan membersihkan Tempat Pemakaman Umum (TPU) RD PJKA Bandar Agung, Kecamatan Lahat.
Seperti hari ini, Minggu (25/12/22) Kakek Sujoto terlihat membersihkan sedikit demi sedikit rerumputan yang ada di makam. Bahkan tidak diketahuinya makan siapakah itu, namun dirinya tetap saja membersihkannya dengan tanpa upah dan peralatan seadanya.
DITENTANG KELUARGA
Anehnya, Kakek Sujoto yang berasal dari Ngawi Jawa Timur ini sanggup menerima semua konsekuensi akibat dari aktivitasnya ini. Termasuk adanya pertentangan dari keluarga serta cemo’ohan orang lain, karena apa yang dilakukannya ini tidak menghasilkan apapun.
“Pernah isteri saya melarang, tapi saya bilang ini urusan saya sama Allah. Orang lain mau bilang apa terserah, yang jelas apa yang saya lakukan ini tidak merugikan orang lain dan semoga bermafaat bagi orang banyak. Jadi saya cuekin saja, karena inilah yang akan membantu saya di akhirat ketika saya sudah meninggal nanti”, dalihnya.
TIDAK ADA KEPENTINGAN DUNIAWI
Karena memang bukan tercatat sebagai warga Kelurahan RD PJKA Bandar Agung di mana letak pemakaman yang sering ia bersihkan itu, maka dia memastikan tidak akan ada makam keluarganya yang sepantasnya dijaga dan dibersihkan. Tapi lagi-lagi Kakek Sujoto mengakui, itu bukanlah suatu alasan untuk tidak melakukan kebaikan.
“Kalau saya tidak ada makam keluarga di sini, tapi tidak apalah. Makam siapapun yang ada di sini,akan tetap saya bersihkan”, kata Kakek Sujoto dengan polos.
PERNAH TEMUKAN BENDA ANEH
Pertama ia membersihkan makam di lokasi itu pada tahun 2014 silam, saat itu Kakek Sujoto mengaku pernah menemukan cincin perak di makam Almarhum Jodi. Kemudian, tak jauh dari situ ia kembali menemukan sebuah cincin bermata biru. “Seingat saya saat itu Jumat Kliwon, saya temukan dua cincin itu di hari yang sama. Lalu kedua cincin itu saya taruh di jari yang sama, yakni jari kelingking tangan sebelah kanan. Lalu malam harinya, saya didatangi seseorang dalam mimpi”, cerita dia.
DAPAT WANGSIT
Cerita punya cerita, saat dibincangi awak media di sela-sela istirahatnya, Kakek Sujoto ini ternyata pernah mendapatkan petunjuk ghaib melalui telepati (Komunikasi Bathin) dengan para normal kondang asal Prancis bernama Ana Tampor. Menurut Kakek Sujoto, pendapat dan prediksi Ana Tampor bisa 90 persen terbukti kebenarannya terjadi dalam dunia nyata.
“Dalam beberapa kali pertemuan telepati, saya mendengar Ana Tampor berkata bahwa cincin perak yang saya temukan itu adalah cincin milik paranormal asal Prancis itu. Kemudian cincin bermata biru, itu merupakan cincin mustika titipan yang di Atas kepada saya. Makanya harus saya jaga”, akunya.
PERNAH DATANG KE LANGIT KE TUJUH
Dalam mimpinya, Kakek Sujoto pernah menginjakkan kaki di langit ke tujuh bersama Ana Tampor. Dibeberkannya, kedatangannya bersama Ana Tampor itu tak lain hanya meminta petunjuk dari Allah supaya mendapat berkah dalam dunia dan akhiratnya. Karena, kata Kakek Sujoto, semua manusia memiliki tujuan hidup. Setiap manusia bertujuan supaya hidupnya bisa senang di dunia dan akhirat.
“Tapi sesuai dengan petunjuk dalam telepati itu, saya tidak memikirkan kesenangan duniawi semata, melainkan lebih fokus dengan ketenangan kehidupan setelah dunia ini. Makanya setiap hari saya ikhlas berjalan kaki dari Talang Jawa ke sini, tidak lain hanya untuk menuntut ketenagan di akhirat nanti”, sebut Kakek Sujoto.
MENGANDUNG PESAN MORAL
Dengan nada suara yang agak tersendat-sendat, Kakek Sujoto berpesan kepada siapa saja untuk tidak ragu-ragu dalam melakukan kebaikan sekalipun kebaikan itu belum tentu baik untuk semua orang. Namun setidaknya, diucapkan Sujoto, bahwa orang tersebut telah pernah mencoba untuk melakukannya.
“Menurut saya, aktivitas yang saya lakukan ini adalah jalan terbaik demi memupuk kesadaran anak muda supaya dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak perlu disuruh dan dipaksa, intinya berbuatlah dengan ikhlas”, tutup pensiunan Dinas Kereta Api (DKA) Tahun 1977 ini.
Editor : Ivi Hamzah