LAPORAN : KAREL
GEMAS – LAHAT
Kekayaan alam yang ada di Bumi Seganti Setungguan ini, sejatinya membuahkan hasil yang dapat mensejahterakan rakyatnya. Sebab tak hanya Sumber Daya Alam (SDA) berupa listrik dan minyak saja yang dapat digali di Kabupaten Lahat, akan tetapi permata hitam berupa batubara yang setiap harinya di eksporasi tentunya juga bisa menunjang Pendatan Asli Daerah (PAD) yang dapat menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), kemudian bisa menghasilkan pembangunan demi kesejahteraan rakyat.
Ironisnya, dari kesemua hasil bumi tersebut nampaknya tak berpihak pada konsekwensi antara pemerintah daerah dengan para pengusaha berbagai tambang tersebut, terutama dalam hal pajak. Faktanya, royalti yang dikirim oleh pusat ke Pemerintah Kabupaten Lahat jauh dari apa yang ada di lapangan.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala BidangPajak dan Retribusi Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Lahat, Subranudin, SE saat dibincangi pewarta di ruang kerjanya. Menurutnya, apa yang diterima Pemerintah Kabupaten Lahat tidak sebanding dengan hasil kekayaan alam yang ada.
“Sementara tunggakan pajak dari pengusaha yang harus ditanggung Pemerintah Kabupaten Lahat jauh dari kata sesuai dengan hasil bumi yang disedot para pengusaha, utamanya pengusaha lokal di bidang tambang batubara”, tutur dia pada Jumat (26/1/18) kemarin.
Tak hanya itu, sebut Subran, termasuk juga pajak dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta retribusi lainnya, yang dinilai masih kurang kesadaran pengusaha untuk membayarnya.
“Tentunya hal ini juga akan berdampak pada minimnya PAD, dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten kita ini”, imbuh Subran
Sementara Iskandar, salah satu pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) Aliansi Indonesia menilai, perlunya ada pembenahan aturan Perda atau Perbub. Sebab tampaknya aturan yang ada masih lemah untuk menarik harta kekayaan Kabupaten Lahat yang ada saat ini.
“Harus adanya perubahan yang dibuat oleh Pemerintah Propinsi, hinggah urusan dan perizinan sekarang semua dilimpahkan ke propinsi, tentunya hal ini berpotensi merugikan daerah”, kata Iskandar.
Pengolahan langsung, menurut dia, dengan semua memakai tenaga ahli yang didatangkan oleh Pemda, untuk menangani usaha yang ada di Kabupaten Lahat, mungkin hal ini bisa menjadi solusi terakhir.
Sebab dengan pengelolaan semua ke propinsi, maka akan percuma juga adanya pos atau pemantau aktivitas usaha pertambangan, kalau masih juga ada perusahaan yang nakal, yang bekerja tanpa adanya memperhatikan dampak negatip, terutama tentang limbah lingkungan.
“Kita berharap, agar benyaknya pengusaha lokal terutama di bidang batubara, hendaknya lebih memikirkan pemerintah daerah, agar terwujudnya harmonisasi antara pengusaha dan pemerrintah itu sendiri”, urainya, Sabtu (27/1/18).
EDITOR : Ivi Hamzah