Rilis : SMSI Sumsel
PRABUMULIH, gemasriwijaya.net – Kasus penyelesaian ganti rugi matinya ratusan batang karet di desa Tapus, kecamatan Lembak, kabupaten Muara Enim diduga akibat terkena pencemaran limbah resapan dari kolam pembuangan limbah cair (air asin, red) milik anak perusahaan daerah (Perusda) Serasan Sekundang kabupaten Muara Enim, PT Energi Tanjung Tiga (ETT), sepertinya bakal kian meruncing.
Pasalnya, pasca dituntut beberapa bulan lalu, oleh pemilik lahan, Yulyana (55), pihak perusahaan terkesan justru menekan dan mengintimidasi pemilik lahan dengan mengerahkan Unsur Muspika dan perangkat desa, serta memberikan syarat yang tak logis kepada keluarga Yulyana, untuk menayangkan video berisi penjelasan dari yang bersangkutan agar disiarkan di salah satu stasiun televisi swasta lokal di Sumatera Selatan, sebagai persyaratan untuk menerima uang tali asih sebesar Rp60 juta atas masalah tersebut.
“Ini sudah keterlaluan dan sangat tidak masuk akal, masa klien kita sebagai korban malah disuruh buat video untuk ditayangkan di Pal Tv, bukan tidak bayar untuk itu, karena itu termasuk pesanan (Iklan, red).
Kemudian kenapa juga harus buat video, ganti ya ganti, tidak perlu ada syarat-syarat lain, begitu sepakat, bayar,” ungkap Ahmad Ibnu SH, selaku Kuasa Hukum Yulyana, saat menggelar konferensi pers di kantor SMSI kota Prabumulih, belum lama ini.
Belum lagi, lanjut Advokat yang tergabung di KAI (Kongres Advokat Indonesia) DPD Sumsel (berlogo Pedang Merah) ini, soal pemberian tali asih kepada kliennya sebagai pembayaran ganti rugi tidak mendasar dan dinilai akal-akalan perusahaan.
“Di mana-mana yang namanya Tali Asih itu, sebagai petanda yang diberikan atas dasar kasih untuk mempererat persahabatan, perekat silaturrahim, menyatukan hati, atau mendekatkan yang berjarak. Dan tanpa embel-embel, bila perlu orang lain tidak tahu. Tapi ini malah dipakai dalam masalah ini, dan parahnya mengabaikan Pergub No 40 Tahun 2017, yang mengatur masalah ganti rugi lahan akibat Eksplorasi dan Eksploitasi perusahaan atau BUMN/BUMD,” tegas Ahmad Ibnu, seraya menyebutkan kliennya telah mengalami kerugian selama 2 tahun akibat karetnya tidak mengeluarkan getah lagi dan banyak yang mati.
Lebih jauh, ia mengatakan, pihaknya (Ahmad Ibnu SH & Fatners) didampingi Yulyana, sebelumnya telah turun ke lokasi guna mengetahui objek dan batas lahan kebun milik kliennya. Bahkan, pihaknya sudah 2 kali melayangkan surat kepada PT ETT, terkait persoalan tersebut.
“Sebagai bagian dari penegak hukum, dalam membela dan mendampingi klien pada masalah ini tentunya kita juga harus tau dan turun untuk mengetahui objek yang dipermasalahkan, termasuk dokumen atau surat-surat kepemilikannya. Dan ternyata, memang benar lahan kebun karet klien kita ini berada sangat dekat bahkan tak berjarak dengan lokasi kolam pembuangan limbah milik PT ETT, yang bentuknya seperti kolam ikan dan tidak ada rambu-rambu tanda pemberitahuan di sekitar kolam.
Kemudian dari klien kita juga diketahui, bahwa semenjak permasalahan itu bergulir, pihak ETT atau terhitung sekitar 3 bulan semenjak permasalahan itu mencuat sudah tidak lagi membuang limbah mereka ke 3 kolam pembuangan yang lokasinya berada bersebelahan dengan lahan kebun karet milik klien kita,” imbuh Advokat Ahmad Ibnu, menjelaskan.
Masih diungkapkan dia, dalam waktu dekat ini pihaknya secepatnya akan membawa masalah tersebut ke proses hukum, jika tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan ETT.
“Langkah-langkah persuasif telah kita lakukan dengan 2 kali mengirimkan surat, tapi sampai detik ini belum ada upaya mediasi atau pertemuan dari mereka untuk menyelesaikan masalah ini,” tandas Ahmad Ibnu.
Disinggung terkait adanya sejumlah petugas dari Kepolisian daerah (Polda) Sumsel dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dari kabupaten Muara Enim, yang turun ke lokasi lahan kebun karet milik kliennya, beberapa hari lalu, Ahmad Ibnu menjelaskan, pihaknya masih terus berkoordinasi dan masih menunggu itikad baik pihak ETT.
“Kita masih menunggu langkah baik mereka (ETT), dan kami berharap pihak-pihak terkait untuk bertindak lebih objektif, dan sesuai aturan yang berlaku untuk kepentingan masyarakat yang sudah termaktub baik di Undang-undang, Peraturan Presiden, Pemerintah maupun peraturan lainnya,” tegas Ahmad Ibnu.
Sementara itu, Field Manager PT ETT, Roni Ronaldy, ketika dikonfirmasi secara resmi terkait permasalahan dugaan adanya pencemaran limbah di lahan kebun karet warga Tapus dan persoalan lainnya, hingga berita ini ditayangkan, belum ada sama sekali memberikan keterangan resmi maupun jawaban klarifikasi mengenai permasalahan tersebut.
Editor : Ivi Hamzah