Home / KABAR NASIONAL / Arca Manusia Tanpa Kepala di Desa Air Puar Belum Ada Perhatian Dari Pemerintah

Arca Manusia Tanpa Kepala di Desa Air Puar Belum Ada Perhatian Dari Pemerintah

 

Laporan : Ivi Hamzah 

LAHAT, gemasriwijaya.net – Kekayaan alam dan budaya Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, sepertinya tak pernah akan habis untuk di eksplore dan di ekspose. Tim Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat di akhir pekan melalukan perjalanan ke Desa Air Puar Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat. Desa Air Puar berjarak 50 km dari pusat Kota Lahat atau perjalanan 1,5 jam dengan kendaraan roda empat ke arah Semendo Kabupaten Muaraenim. Dari Kota Lahat menuju arah Kota Pagar Alam ketika bertemu simpang tiga Asam di Desa Air Dingin Lama Kecamatan Tanjung Tebat, lalu belok ke kiri. Setelah melewati pasar Kota Agung terus menyusuri jalan aspal ke arah Semendo dan akan melewati pasar Muara Tiga dan terus berada di jalan ini, setelah Desa Lesung Batu maka akan bertemu dengan Desa Air Puar.
Sesampai di Desa Air Puar kami sempat bertemu dengan Kepala Desa Air Puar Gun Hariansyah. Usai berbincang sebentar lalu tim langsung menuju rumah sahabat tim yaitu Anudi yang tepat berada di sebelah kiri jalan lintas Mulak Ulu – Semendo. Pada saat tiba di rumahnya, tim langsung menuju ke belakang rumahnya melihat Anudi yang sedang membajak sawah tepat berada di belakang rumahnya. Setelah melihat kedatangan para tim, Anudi segera menghentikan mesin traktornya dan menghampiri sambil mengajak tim untuk minum kopi.

“Ya memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Kabupaten Lahat, ketika menerima tamu dan menawari untuk minum kopi, karena memang hampir setiap desa di Kabupaten Lahat terdapat perkebunan kopi khususnya yang berada di sekitar Pegunungan Gumay dan Bukit Barisan seperti desa-desa di Kecamatan Mulak Ulu dengan mayoritas berkebun kopi. Emm nikmatnya kopi air Puar,”terang Mario.

Usai ngopi, tim mengajak Anudi untuk langsung melihat peninggalan megalitik yang berada di persawahan tepat di belakang rumahnya. tim Panoramic of Lahat yang melakukan survey terdiri dari Mario Andramartik, Fabio Renato dan Fariyan, langsung berjalan di atas saluran air yang telah ditata dengan baik dan tepat di ujung saluran air sawah di sebelah kiri, tim berhenti untuk melihat satu lumpang batu berlubang satu, dengan diameter lubang 62 cm dan kedalaman lubang 9 cm, tetapi sayang beberapa bagian sisi lumpang sudah gompel. Sekitar 5 meter ada seonggok batu dengan ukuran sekitar 1 m dan setelah didekati ternyata sebuah lumpang batu yang mempunyai 2 lubang.

“Nah ini lumpang batu, ini juga megalitik” kataku dan Anudi menyahut dengan “woiiii….. aku dek tau kalo itu megalitik pule, aku apat duduk di pucuknye sambil mancing” (oh saya tidak tahu kalau itu juga megalitik, saya sering duduk diatasnya sambil memancing),”terang Anudi pada tim.

Posisi lumpang batu dalam posisi miring dengan kedua lubang di bagian samping. Kedua lubang lumpang batu mempunyai ukuran yang sama yaitu 17 cm, akan tetapi kedalaman lubang berbeda yaitu 12 dan 14 cm. Lumpang batu masih terlihat baik walaupun tanpa pemeliharaan. Posisi lumpang diketinggian 593 mdpl yang berhawa cukup sejuk.
Selanjutnya tim menyusuri pematang sawah untuk menuju peninggalan megalitik berikutnya, sekitar jarak 30 meter terlihat seonggok batu dan setelah tepat berada di depan batu, tim baru bisa melihat kondisi batu. Batu ketiga yang didatangi berupa lumpang batu berlubang 3, posisi lumpang batu juga dalam posisi miring dengan ke-3 lubang lumpang berada disamping. Lumpang batu ini hampir berbentuk segitiga dan posisi lubang lumpang juga membentuk pola segitiga mengikuti bentuk batu. Pada sisi-sisi lubang lumpang terdapat pembatas/pelipit, akan tetapi ada beberapa sudah rusak. Ke-3 diameter lubang lumpang batu hampir sama dengan ukuran 16 cm begitu juga dengan kedalaman lubang, dengan ukuran 12 cm. Lumpang batu berada tepat di sawah yang saat ini baru selesai dibajak dan digenangi air, akan tetapi secara umum kondisi lumpang batu dalam kondisi baik dan aman.

Selesai dari melihat lumpang batu, tim masuk ke dalam sawah yang digenangi air dengan kedalaman hingga betis kaki, tim berjalan ke arah tengah sawah dimana banyak onggokan bebatuan. Dari kejauhan onggokan bebatuan tersebut terlihat ada membentuk pola memanjang, dan ada juga yang berdiri sendiri. Tim sempat berhenti di sebuah batu sepertinya sebuah batu datar kemudian melihat barisan 6 batu yang membentuk memanjang, tim terus mendekat dan ternyata bebatuan ini berupa 6 dolmen yang membentuk memanjang, terlihat satu dolmen dengan 2 batu penyanggah dan bagian atas telah bergeser. Tepat di bagian timur 6 dolmen ada satu batu dengan tinggi 65 cm, panjang 85 cm dan lebar 36 cm.

“Pada awalnya kami melihat dari arah utara dan belum bisa menyebut bentuk dari batu ini begitu juga kalau dilihat dari bagian timur dan barat tetapi setelah melihat dari bagian selatan batu, baru kami bisa mengidentifikasi batu ini. Ternyata seonggok batu ini merupakan arca manusia terlihat dari pundak, lengan dan tangan manusia tetapi bagian kepala telah hilang,”terang stafsus Parekraf Bupati Lahat ini.

Sementara Anudi sang pemilik tanah selama ini belum mengetahui, bahwa batu tersebut adalah arca megalitik, setahu dia hanya lumpang batu berlubang 3 saja yang merupakan peninggalan megalitik.

“Aku dide keruan kalo batu ini arca megalit, anye pernah jeme sandi Jambi nyicek kalo nak nginak jeme dek bepalak dan kate aku ai ngape nak nginak jeme dek bepalak” (Saya tidak tahu kalau batu ini arca megalitik, tetapi pernah orang dari Jambi berkata kalau mau melihat orang tak berkepala, dan kata saya ai mengapa mau melihat orang tak berkepala),”katanya.

Terakhir tim melihat sebuah lesung batu dengan ukuran panjang 75 cm, lebar 55 cm dan tinggi 24 cm dengan panjang lubang 44 cm, tetapi sayang bagian sisi lesung batu sudah rusak kemungkinan terkena traktor. Selanjutnya tim duduk santai di belakang rumah Anudi, sambil ngobrol menikmati keindahan sawah dengan latar belang Gunung Dempo dan langit nan cerah berwarna kebiruan, ditemani kopi hitam khas Air Puar dan pisang goreng.

Ketika tim sedang asyik ngobrol, terdengar suara Assalamu’alaikum dan kami jawab kompak waalaikumsalam. Ternyata yang datang adalah Erlan warga Air Puar dimana di kebun kopinya juga terdapat peninggalan megalitik berupa Batu Bergores. Ketika tim membahas arca megalitik tanpa kepala dan langsung Erlan menyambar obrolan bahwa Ayah Erlan pernah bercerita tentang kepala arca tersebut, tetapi Erlan tidak tahu lagi dimana keberadaan kepala arca. Jadi arca megalitik tanpa kepala yang sekarang berada di sawah Anudi memang pernah ada kepalanya, semoga kepala arca tersebut dapat diketahui.
Dari rumah Anudi tim dipandu oleh Erlan melihat beberapa peninggalan budaya lainnya yang berada di Desa Air Puar yaitu, rumah adat atau yang disebut sebagai ghumah baghi. Terdapat beberapa ghumah baghi di desa ini akan tetapi sangat disayangkan kondisinya tidak terpelihara dengan baik, banyak bagian rumah sudah berubah seperti atap dan tambahan lainnya sehingga bentuk asli ghumah baghi sudah tidak terlihat. Ghumah baghi dengan pahatan/ukiran atau yang lebih dikenal dengan ghumah tatahan terlihat sangat megah, karena terdapat pahatan di beberapa sudut rumah. Dimasanya tentu rumah seperti ini hanya dimiliki oleh orang tertentu karena untuk mendirikan rumah dengan banyak pahatan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama untuk mendapatkan bahan baku kayu berkwalitas dan tukang yang terampil untuk merakit dan memahatnya. Salah satu ciri khas ghumah baghi adalah bentuknya dan kontruksi rumah yang dibuat tanpa menggunakan paku dan tahan gempa.

Dari desa air puar tim berjalan menuju timur desa ke arah Semendo, setelah berjalan sekitar 500 meter, dan berbelok ke kanan masuk perkebunan kopi dan berjalan di antara pohon-pohon kopi sejauh 150 meter sebelum masuk kebun kopi bertemu dengan sekelompok anak-anak SD yang ternyata juga mempunyai tujuan yang sama dengan tim. Ya tim akan menuju ke Batu Bergores atau yang lebih dikenal masyarakat Desa Air Puar sebagai Batu Tatah. Setelah menyusuri pepohonan kopi kami menyeberangi sungai puar dan berjalan sekitar 20 meter dan tiba di batu tatah. Dalam kesempatan ini anak-anak SD yang berasal dari SD di Desa Air Puar didampingi guru kelas dan Kepala Sekolah yaitu Robinson, SPd dan memberi kesempatan kepada tim untuk menjelaskan batu tatah kepada anak-anak.
Batu Tatah di Desa Air Puar telah diketahui oleh H.W.Vonk berkebangsaan Belanda pada tahun 1934 yang dituangkan dalam tulisannya berjudul De Batoe Tatahan Bij Air Poear kemudian tim dari BPCB Jambi melakukan pendataan pada tahun 2016 selanjutnya dari Puslitarkenas kesini pada tahun 2017 dan mahasiswa S3 Perancis mengunjungi batu tatah pada tahun 2021. Dari kedua situs megalitik yang ada di Desa Air Puar kondisinya hingga saat ini masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah terutama terkait pemeliharaan misalnya pemerintah mengangkat juru pelihara situs megalitik untuk perawatan dan pemeliharaan kedua situs lainnya agar lebih maksimal seperti yang sudah dilakukan di situs lainnya.

Potensi Desa Air Puar selain potensi budaya berupa situs megalitik dan ghumah baghi juga mempunyai potensi pariwisata berupa air terjun/cughup, terdata ada 6 cughup di Desa Air Puar, belum lagi potensi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.

“Bila saja ke-6 sektor tersebut dapat dikembangkan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan misalnya dijadikan Integrated Farming, perpaduan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kebudayaan dan pariwisata, dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan perekonomian masyarakat desa, bisa dibentuk Bumdes dengan unit usaha ke-6 sektor tersebut. Semoga suatu saat Desa Air Puar dan Kecamatan Mulak Ulu dapat berkembang dengan baik, maju dan sukses menjadikan Kabupaten Lahat Bercahaya,”tutup. Mario Andramartik. Sabtu (10-6-2023).

 

Editor : Riadi

Check Also

Donald Trump Akan Lebih Konservatif, Termasuk Terhadap Indonesia

Author: Nopi SMSI   JAKARTA, GmS – Presiden Donald Trump yang akan berkuasa mulai Januari …