Home / HUKUM & KRIMINAL / KemenPPPA Berikan Tanggapan Terkait Kasus Kekerasan Seksual di Lahat

KemenPPPA Berikan Tanggapan Terkait Kasus Kekerasan Seksual di Lahat

Laporan : Ujang

LAHAT, Gemasriwijaya.Net Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat telah menyampaiikan berkas Memori Banding perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sempat viral beberapa waktu lalu ke Pengadilan Tinggi melalui PN Lahat. Hal ini seperti yang disampaikan Kejari Lahat melalui Plh. Kasi Pidum Kejari Lahat, Faisal, SH.

“Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada hari Kamis tanggal 12 Januari 2023 telah menyerahkan memori banding ke Pengadilan Negeri (PN) Lahat, namun terkait memori banding tersebut sudah atau belum dikirimkan ke PT, sebaiknya ditanyakan ke pihak PN”, terang Faisal yang juga sebagai Kasi Inteligent Kejari Lahat, dikonfirmasi, Sabtu (14/01/23).

Sebagai Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Imam Rustandi, SH mengaku telah menerima salinan memori banding tersebut beberapa hari lalu. Namun menurut dia, pihaknya akan tetap memperjuangkan hak-hak kliennya sebagai anak yang masih memiliki masa depan yang lebih baik lagi.

“Kami bakal terus maju, pantang mundur. Sama seperti kami. Intinya kami bakal terus berjuang, agar klien kami (Anak pelaku) bisa bebas atau minimal dapat hukuman serendah rendahnya”, jawab Imam, tegas.

Untuk diketahui, seiring perjalanan proses hukum dan persidangan, bahwa JPU Kejari Lahat menuntut 7 bulan kurungan pada Anak Pelaku atas perbuatannya terhadap Anak Korban dalam perkara tersebut. Sehingga perkara tersebut menjadi viral, dan berbuntut pada penonaktifan Kajari serta Kasi Pidum dan JPUnya.

Sementara itu, mengutip dari situs website Kemenpppa yang dirilis di Jakarta pada 10 Januri 2023, bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengutuk keras terjadinya tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap korban anak perempuan di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menegaskan bahwa pihaknya akan terus memastikan pendampingan penanganan kasus tersebut baik secara hukum maupun pemulihan fisik dan psikis korban.

“Kami sangat menyayangkan terjadinya TPKS terhadap korban AAP yang masih berusia 17 tahun oleh tiga orang terduga pelaku. Upaya pemulihan dan pemenuhan hak korban harus diutamakan. Kami akan memastikan korban mendapatkan layanan yang dibutuhkan terutama pemulihan baik secara fisik maupun psikis. Kami pun mendesak Aparat Penegak Hukum untuk mengusut tuntas kasus ini terutama pada pelaku berusia dewasa agar dikenakan hukuman pidana berat sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku serta siapapun pihak yang terlibat agar diproses secara hukum,” tegas Nahar.

Nahar mengatakan seluruh proses hukum merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Terhadap proses lebih lanjut, KemenPPPA mendukung langkah-langkah yang diambil oleh penegak hukum dengan tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Nahar juga menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan bersama seluruh pihak termasuk Dinas PPPA Kabupaten Lahat dan Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) Kabupaten Lahat yang telah memberikan pendampingan kepada korban hingga saat ini.

“Polres Lahat saat ini sudah memproses hukum kasus tersebut. Dua orang pelaku anak sudah dijatuhi hukuman selama 10 bulan penjara, sementara satu orang pelaku dewasa masih dalam proses penyidikan di Kepolisian. Seluruh proses hukum merupakan kewenangan aparat penegak hukum namun harus tetap mempertimbangkan rasa keadilan terhadap korban dan UU yang berlaku,” tutur Nahar.

Kemen PPPA menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lahat yang telah memvonis 2 pelaku anak dengan hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara dan pelatihan kerja selama 3 (tiga) bulan yang sebelumnya JPU menuntut pelaku dengan 7 (tujuh) bulan penjara.

Dalam kasus ini, Nahar menjelaskan proses peradilan terhadap pelaku anak telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pasal 79 ayat (3) UU SPPA menegaskan bahwa minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak. Selanjutnya dalam ayat (4) ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan UU SPPA. Terkait dengan pidana penjara bagi anak, dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP mengingatkan bahwa pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika terdakwa adalah anak.

“Seluruh proses peradilan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum berpedoman pada UU SPPA, tidak boleh keluar dari koridor UU ini, termasuk dimungkinkannya alternatif penyelesaian di luar peradilan (Diversi) untuk tujuan keadilan restoratif yang dapat menjauhkan Anak dari proses peradilan dan pidana pembatasan kebebasan (penjara) yang diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan. Meskipun begitu, kami akan terus berkoordinasi dan memantau proses hukum kasus ini agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Nahar.

Ditegaskannya, pelaku dewasa dapat dijerat dengan Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara. “Kami tentu sangat mendukung dan mendorong APH untuk mengejar pelaku dewasa dan memberikan hukuman seberat-beratnya termasuk penambahan 1/3 (sepertiga) hukuman dan pidana tambahan berupa pengumuman identitas karena dilakukan oleh pelaku lebih dari satu orang secara bersama-sama yang diindikasikan pelaku dewasa mengajak pelaku anak melakukan tindakan kejahatan, sehingga hukuman maksimal terhadap pelaku dewasa dirasa sangat pantas untuk memberikan efek jera.” tambah Nahar.

Terkait upaya pencegahan, Nahar mengingatkan kepada orang tua agar selalu melakukan pengawasan dan memperhatikan segala sikap anak serta lingkungan pertemanan yang sehat juga positif, sehingga dapat dengan mudah mendeteksi jika adanya perubahan atau ketimpangan baik yang terlihat dengan jelas maupun yang ditutup-tutupi. Diharapkan melalui pola pengasuhan positif dan menjaga kedekatan dengan anak, orang tua dapat meningkatkan kualitas interaksi anak dengan orang tua, teman, dan orang yang baru dikenalnya, serta mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Semua orang berperan dalam pola pengasuhan positif untuk anak.

Nahar juga menyampaikan agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan seksual di sekitarnya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. KemenPPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kekerasan segera melaporkannya kepada SAPA 129 KemenPPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.

 

Editor : Ivi Hamzah

Check Also

Matahati Sebut Kelompok Rentan dan Jurnalis dalam Pidato Penutup Debat, Pengamat: Pemimpin yang Paling Merangkul!

Author: SMSI   PALEMANG, GmS – Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan nomor …