Home / KABAR NASIONAL / Memprihatinkan, Keluarga Alias Tinggal di Gubuk Pinggir Aliran Sungai Lingsing

Memprihatinkan, Keluarga Alias Tinggal di Gubuk Pinggir Aliran Sungai Lingsing

 

Laporan : April

LAHAT, Gemasriwijaya.Net Kisah keluarga Alias (39) sungguh menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Pasalnya sudah 3 tahun dirinya dan keluarga tinggal di gubuk di tengah pulau kebun, di pingir sungai Linsing kecamatan Kikim selatan berjuang menghidupi keluarganya. Sebagai buruh upah ditengah himpitan ekonomi yang kian hari terasa semakin berat.

Alias yang sudah berusia 39 tahun itu, berkerja sebagai kuli mesin padi harus berjerih payah sekuat tenaga untuk menghidupi keluarganya, namun apalah daya tuntutan hidup dan demi dapur mengepul mengharuskannya menghabiskan masa masa tua untuk menghidupi istri dan 2 buah hatinya di gubuk bambu.

Saat awak media Lahathotline.com menuju kediaman Alias yang jaraknya 30 meter dari pemukiman warga itu, untuk mencapai ke lokasi harus menyebrang sungai terlebih dahulu, dan tampak jalanan di sana masih berbatuan. Saat awak media tiba di lokasi, terlihat pak Alias sedang duduk istirahat di gubuknya, Ia baru saja selesai bekerja di kebun sambil menikmati secangkir kopi panas.

Gubuk pak alias hanya berukuran kurang lebih 4×6 meter yang terbuat dari papan, bambu, dan dan beratap Seng, didalam gubuk tidak memiliki kamar, semua menjadi satu, hanya ada pemisah dengan dapur dan ruang keluarga.

Saat berbincang dengan pak Alias, Ia menceritakan pekerjaan dirinya sehari-hari sebagai buruh upah paruh waktu warga setempat yang membutuhkan tenaganya.

Ditengah perbincangan, penulis memperhatikan tubuh pak alias tampak kurus, tulang di badannya kelihatan jelas, selain karena usia, juga sebagai penanda kerja kerasnya selama ini yang tentu saja membutuhkan tenaga tak sedikit. Tubuh yang seakan tulang berbalut kulit saja itu seakan menjadi saksi, kerasnya kehidupan yang dijalani pak Alias demi menghidupi keluarganya.

“Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari beginilah pak, kerja upahan sebagai penjaga mesin padi, yang di olah menjadi beras dengan bayaran persenan, dan ini pun usaha penumbuk padi milik orang lain, saya hanya penjaganya saja, kalau tidak ada yang menumbuk padi atau kopi iya saya upahan serabutan, dan perkiran hasil hanya dapat menghasilkan Rp 300,000 perminggu itu pun cukup tidak cukup di cukupkan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, “ujarnya pada media. Selasa (16/8/2022).

Bapak dua anak itu kembali bercerita, bahwa tanah dan gubuk yang ia tinggali selama ini bukanlah miliknya, melainkan tanah pulau atau tanah pinggir sungai yang tidak mempunyai hak milik.

“Gubuk dan tanah yang saya tinggali ini bukan punya saya pak, ini tanah hasil dari gerusan air sungai yang tidak mempunyai milik, apabila sungai besar ya pasrah saja, dan untuk ke sebrang harus melewati jebatan ketika aliran sungai besar” ujarnya.

Pak Alias memiliki dua anak, anak pertama beliau kelas lima SD yang satunya masih kecil.

“Anak saya yang pertama dia duduk di kls 5 SD, dan itu pun untuk biaya anak sekolah pun susah tapi saya bertekat setidaknya anak saya tamat SD untuk lanjut ke SMP nanti kita belum Tahu untuk kedepanya tapi kalau ada reski yang semoga tamat SMA,” ungkapnya.
Alias mengatakan, dirinya akan terus berjuang sekuat dan semampunya untuk membahagiakan keluarganya.

“Asal badan saya sehat aja pak, apapun akan saya lakukan saya jalani, karena saya sudah merasakan pahitnya kehidupan,” ungkapnya.

Alias bertekad akan tetap tinggal di disini karena disini tidak akan menumpang di rumah warga atau sodara meskipun terkadang keadaan gubuk bocor, dan untuk penerang untung ada warga yang membantu untuk menyambungkan dari rumahnya meskipun jaraknya lumayan jauh.

“Iya saya tidak akan pindah dari gubuk ini, kalau memang ada yang ingin membantu saya ingin gubuk saya aja direnovasi, karena atap sudah banyak yang bocor,” ungkapnya.

Alias ingin dirinya mendapatkan bantuan bedah rumah dari pemerintah kabupaten lahat karna apa yang menjadi program pemerintah kabupaten maupun pusat ia tidak dapat selain bantuan tunai BLT yang dikucurkan pemerintah desa, kalau untuk program PKH dan BPNT dari perintah pusat tidak sama sekali dapat.

“Kalau bantuan pemerintah berupa bantuan PKH itu saya tidak dapat, tapi kalau bantuan dari Desa Pagar Jati ini Khusus BLT saya dapat, sudah hampir 2 tahun ini” tuturnya.

Namun kenyataan itu tak membuat Alias dan keluarga berprasangkah buruk pada Sang Pencipta, Ia tetap bersyukur dengan apa yang dirinya punya sekarang.

“Sampai sekarang saya masih bersyukur pak, saya masih diberi nafas sama Sang Pencipta, di usia saya saat ini saya masih bisa bekerja, semoga saya selalu diberi kesehatan,”harapnya.

Sementara itu saat Lahathotnline.com mengonfirmasi kepada kepala desa pagar jati Asdi mengatakan Ia membenarkan ada warga yang tinggal di gubuk yang bertempat tinggal di pingiran sungai Linsing.

“Iya itu tanah pulau yang dihasilkan dari gerusan aliran sungai sampai kapan pun pak Alias bisa menempati tanah itu, tetapi kondisi tanah tidak dapat diperediksi karna perubahan cuaca maupun alam bisa bisa tanah tersebut habis di gerus aliran sungai, kedepan insa allah akan kami tempatkan di tanah desa saja, asalkan masyarakat setuju” ujarnya.

Kendati demikian kepala desa Pagar Jati menanmbahkan untuk bantuan keluarga pak Alias memang tidak mendapatkan bantuan PKH dan bantuan program lainya. Ia sebagai kepala desa merasa bingung, kengapa keluraga seperti pak alias tidak menerima bantuan PKH atau bantuan lainnya, padahal ia sangat layak untuk mendapatkan.

“Saya ini baru menjabat kepala desa pagar jati, dan di desa kami ini bukan hanya pak Alias yg tidak menerima bantuan PKH, ada dua kepala keluarga lagi tidak dapat bantuan dari pemerintah seperti program PKH untuk keluarga miskin kalau bantuan Tunai BLT baru masa saya menjabat ini di masukan penerima bantuan Tunai BLT dari dana Desa”pungkasnya.

 

Editor : Ivi Hamzah

Check Also

Donald Trump Akan Lebih Konservatif, Termasuk Terhadap Indonesia

Author: Nopi SMSI   JAKARTA, GmS – Presiden Donald Trump yang akan berkuasa mulai Januari …