Rilis : SMSI
PALEMBANG, Gemasriwijaya.Net – Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal (PT MPC) menurut aktivis lingkungan Kawali Sumsel sudah sangat layak dihentikan atau dicabut izin operasionalnya.
Temuan sejumlah pelanggaran termasuk dugaan perusakan lingkungan yang telah dilakukan oleh perusahaan ini bersama kontraktornya PT Lematang Coal Lestari (PT LCL), termasuk juga PT GHEMMI perusahaan pengelola pembangkit listrik yang juga terafiliasi dengan PT MPC ini, dinilai Kawali sudah sangat merugikan masyarakat Sumsel.
Terbaru, tim Dirjen Penegakkan Hukum Kementerian LHK tiba di Palembang untuk melakukan pemeriksaan terkait timbunan Fly Ash Botom Ash (FABA), yang dilakukan oleh perusahaan ini, yang kasusnya telah bergulir sejak 2017 silam.
Dalam poin ini, PT MPC diketahui telah menimbun tanah bekas galian batubara di wilayah IUP-nya dengan FABA yang diperoleh dari PLTU PT GHEMMI yang merupakan material berbahaya. FABA itu, diketahui digunakan untuk memanipulasi kekurangan Overburden (tanah galian pelapis batubara) yang seharusnya digunakan untuk menutupi kembali lubang paska tambang, yang seharusnya juga sesuai dengan dokumen yang dilaporkan kepada pemerintah.
Timbunan itu kemudian diketahui mencemari air tanah yang kemudian mengalir ke sungai yang kemudian diakses oleh masyarakat. Secara teknis, PT MPC telah mendapatkan sanksi administratif paksaan dari Pemprov Sumsel dengan SK No.493/KPTS/Ban.LH/2016.
Sanksi itu bahkan ditingkatkan menjadi sanksi administratif pembekuan izin lingkungan terhadap usaha/kegiatan PT MPC berdasarkan SK Gubernur Sumsel No.660/1412/DLHP/B-IV-2017.
“Kami berharap pemerintah tegas, sebelumnya kami juga telah meminta DPRD memanggil oknum mafia tambang di PT LCL, pihak terkait harus memberikan dan menjalankan sanksi bagi perusahaan ini, bila perlu Gubernur Sumsel turun tangan,” tegas Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah, Kamis (21/7).
Kembali pada permasalahan timbunan FABA itu, Pemprov Sumsel sebetulnya sudah menyerahkan sepenuhnya permasalahan ini ke Pusat. Oleh sebab itu pula tim Gakkum Kementerian LHK kembali datang pekan ini, menindaklanjuti permasalahan yang tak kunjung usai dan tidak dijalankan oleh perusahaan.
Pemerintah sebetulnya telah mencabut limbah abu batu bara atau Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) hasil pembakaran batu bara dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) pada 2 Februari 2021 melalui PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Namun menurut Kawali Sumsel hal ini tidak berlaku surut sehingga masih terdapat tanggung jawab dari perusahaan atas pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi sebelum belaid ini dikeluarkan. Apalagi kuat dugaan terjadi kongkalikong antara perusahaan ini untuk mengakali tanggung jawab lingkungan mereka kepada masyarakat dan pemerintah.
Kawali mengasumsikan terdapat sekitar 200.000 ton FABA dari PLTU GHEMMI yang sehar usnya diangkut ke tempat pemusnahan atau pengolahan kembali menjadi barang yang lebih berguna, kemudian justru digunakan oleh PT MPC sebagai materian timbunan untuk menutupi kekurangan OB. Apabila harga satu ton pengangkutan FABA itu bernilai Rp500.000, maka PT Musi Prima Coal diasumsikan telah menikmati hasil penjualan FABA senilai Rp100 Miliar, sekaligus merusak lingkungan.
“Kita minta Kementerian (LHK) bekerja maksimal dan mendorong instansi daerah untuk memperkuat pengawasan. Apabila tidak ditindaklanjuti, tentu kita bersama masyarakat patut mempertanyakan,” jelas Chandra. Untuk mengawal permintaannya itu, Chandra mengatakan kalau Kawali Sumsel akan menggelar aksi massa dalam waktu dekat.
Sebab sebelum ini, Kawali bahkan telah merilis dugaan adanya oknum mafia tambang yang bertugas menjaga operasional perusahaan tetap berjalan, meski berada di tengah berbagai sanksi yang menjerat mereka.
Permintaan Kawali Sumsel kepada DPRD Sumsel untuk memanggil dan mengklarifikasi PT MPC, PT LCL dan PT GHEMMI, juga terkait oknum yang disebut berinisial S yang juga disebut dekat dengan sejumlah petinggi di Sumsel itu, dikatakan Chandra belum mendapat tindak lanjut sampai saat ini.
Editor : Ivi Hamzah