Laporan : Dedi S
MUARAENIM, Gemasriwijaya.Net – Pertemuan mediasi Jumat, 10 Juni 2022 di Ruang rapat Asst II Pemda Kabupeten Muara Enim terkait komplik tanah Desa Keban Agung Kecamatan Lawang Kidul sampai pada pertemuan perusahaan dan masyarakat.
Turut hadir dalam pertemuan yang dipasilitasi oleh Pemda Muara Enim ,masyarakat yang diwakili tim 9, pihak pemda diwakilin asistenII, pihak perusahaan PT.BSP, PTBA, perwakilan Polres, perwakilan Kodim, kasat Pol PP, Dinas BPN/ATR, Camat Lawang Kidul, Kepala Desa Keban Agung dan dinas dinas pemerintahan yg terkait beserta Awak media.
Dalam rapat tersebut semua masing masing menjelaskan permasahan yang ada, baik dari masyarakat dan perusahaan. Pada awal rapat dibuka langsung oleh pihak Perusahaan Sobirin, dimana dirinya menjelaskan, permasalahan data data dimana komplik tanah masyarakat ini ada 176 persial SPHT, 18 persil lahan yg sudah rusak di gali pihak perusahaan, 82 persil yg belum rusak, 76 persil posisi disekitar kegiatan. Lahan lahan ini adalah lahan kaplingan yg telah diterbit SPHT dan dilegalistaskan oleh pihak camat Lawang Kidul sekitar tahun 2013 -2015.
Atas kejadian tersebut pihak warga minta ganti rugi ke pihak perusahaan PT.BSP dan PTBA. Penyataan PT.BSP memang bener telah mengclearing lahan tersebut dengan dasar merasa sudah masuk dalam SHGU mereka di antaranya SHGU 1 dan 2 tahun 1994 dengan luas SHGU lebih kurang 8.300 Hektar. Dimana didalamnya terdapat kandungan batubara yang dikerjakan oleh pihak PTBA untuk mengambil pontesi didalam. “Karena hal ini, lahan ganti rugi pihak PT.BSP tidak menyetujuinya karena mereka merasa masuk dalam SHGU.
Disini terjadi komplik antara pihak masyarakat yg punya lahan dan pihak perusahaan sehingga kita pihak pemerintah merasa bertanggung jawab untuk mencari solusi dengan cara dimediasi dua belah pihak agar terjadi kesepakatan yg sama sama tidak dirugikan,” Ujar sobirin.
Setalah itu diserahkan pengambilan alih rapat ke asisten II Riswandar yang baru pulang DL dari yogjakarta, dirinya berkata “Tolong dalam hal ini jangan dibahas kata kata ganti rugi kembali yg bener itu ganti untung untuk kedepannya dan juga tidak sepakat kalau mencari jalan keluar tapi mencari jalan masuk agar terjadi kesepaktan yg tidak merugikan kedua belah pihak..
Serta beliau langsung memberikan kesepatan pertama dari pihak perusahaaan pak Sugandi cs selaku GM PT.BSP untuk menjelaskan kenapa bisa terjadi pengusuran lahan..? dan atas dasar apa..?,” Ujarnya.
Firmasyah selaku legal/kuasa hukum PT.BSP mengambil alih dalam penjelasan masalah menerangkan, terkait dengan tuntutan yang disampaikan Tim 9 pengusuran lahan meminta ganti rugi, dirinya akan menjawab dan mencari jalan keluar permasalahan ini tetapi tetap dengan posisi aturan hukum yang berlaku. PT.BSP di akusisi oleh PTBA tahun 2014 hanya di akusisi atas pemilikan lahan dan sudah bersertifikat ditanami sawit dan karet hal ini juga membeli PT.BSP adalah pemilik tangan ke empat. Dalam hal ini sertifikat adalah alat bukti bagi pemilik lahan untuk mengelolah lahan beserta didalamnya yg menjad lampiran sertifikat itu sendiri adalah ganti rugi.
Dengan izin yg dilakukan waktu tertentu SHGU ini diambil dari dua hal :
1. Tanah negara bersumber dari negara.
2. Bersumber dari masyarakat.
Semùa sudah dikumpulkan sehingga bagian dari sertifikat dilengkapin oleh BPN.
Jadi kami PT.BSP ini beli sudah dalam bentuk sertifikat karena kalau sudah sertifikat bagi kami itu sudah final. “Terus mengenai penggusuran kami tidak paham dengan tanah kaplingan, kami yang paham adalah SHGU itu dengan tingkat teliti dahulu sehingga melakukan kegiatan perkebunan maupun kegiatan pemanfaatan lahan didalamnya, lean clearing yg dilakukan sampai dengan hari ini baik itu perluasan ekspensi perkebunan maupun yg terkait PTBA itu clean and clean didalam area SHGU,” jelasnya.
Setalah itu pihak BPN/ATR kabupaten muara enim menjelaskan alur terjadinya sertifikat.
Rian menjelaskan, dengan terbitnya sertifikat melalui proses dilakukan Pengukuran,Permohonan Hak, Penetapan,Pendaftaran Hak.
Sedangkan syarat terbitnya sertifikat melalui perutaran menteri Agraria No.7 tahun 2017 dengan melengkapi persyaratan :
Formulir permohonan, Photo copy indentitas KTP dan Kartu Keluarga,SPPT,PBB, Alaska asli dan lain lain.
Terbitnya sertifikat melalui proses dalam pengukuran itu ada waktu masa sanggah apabila waktu sanggah itu tidak ada sanggah maka sertifikat diterbitkan.
Sementara itu, dari pihak masyarakat yang diwakili Tim 9 yusnandar mengatakan, lahan yang digusur PT.BSP pada bulan Maret-April 2022 itu lahan masyarakat yang sah dengan dasar dasar ada bahwa kami tidak tahu SHGU itu ada dimana mana..! Jadi kami tetap menyatakan lahan itu milik masyarakat karena sudah puluhan tahun kami berada disitu tidak ada kegiataan atau aktivitas perkebunan apa lagi pertambangan. Berdasarkan UU pokok Agraria masyarakat telah terpenuhi.
Kenapa kami berkuat disitu karena kami menaati peraturan pemerintah yang ada. SPPH kecamatan dan Notaris ditunjuk negara untuk pembuatan surat tanah.
Kenapa dikirim alat berat oleh PT. BSP untuk menggusurnya.
“Izin IUP dan izin SHGU itu beda,
Mohon pihak pemerintah dan pihak berwajib untuk bertindak jangan sampai ada rusuh diantara masyarakat ini oleh pihak konsuling hukum yang tidak bertanggung jawab.
Kami sebagai masyarakat dituntut secara prosedur prosedur sekarang ini sudah kami lakukan secara prosedur, tanah itu di claering tetapi dilapangan kami tidak bersikap anarkis. Kami minta pihak Camat, Kepala Desa untuk dimediasi kepada PTBA dan PT.BSP tapi mereka tidak menanggapi hal hal demikian.
PTBA tahun 2009 -2014 melakukan pembebasan lahan masyarakat di dekat areal tersebut artinya lokasi tersebut tidak termasuk SHGU, penggusuran oleh PT. BSP seharusnya ada pemberitahuan kepemerintah yang berwenang di Kecamatan Lawang Kidul agar tidak ada tumpang tindih dan permasalahan dengan masyarakat yang punya lahan,”Ujar nya.
Ditambahkan juga oleh sekertaris tim 9 Ali darwanto, PTBA membeli sertifikat Wilayah HGU sudah perpanjangan mereka tidak tahu proses pembuatan SHGU ini.
Tahun ini tidak ada yang baru keluar kecuali perpanjangan dan yang perlu diperhatikan kalau kita punya data Desa Keban Agung tidak termasuk dalam SHGU PT.BSP kalau memang menurut BSP masuk dalam proses SHGU mereka tapi sampai sekarang belum ada pembebasan untuk ganti rugi ke pihak warga. Dan kami lihat juga disini bahwasanya ada kerjasama antara PTBA dan PT.BSP
berarti berlawanan dengan ketentuan diatasnya yaitu uu no 4 Tahun 2009, Jo UU no 3 Tahun 2020 tentang Minerba, oleh krn itu PTBA harus ada IUP dulu, sudah ada IUP harus ganti rugi baru berproduksi jika tidak seperti itu, maka diduga tambang PTBA di Desa Keban Agung illegal.
“Dan juga Kalau memang SHGU PT.BSP harusnya menanam sawit, karet bukan ditambang. Mungkin pembuatan SHGU itu sudah lama masa orde baru jamannya suharto dimana kita bisa buktikan dari proses BPN tidak dilakukan misal luas SHGU 8.300 hektar itu tanah negara dibilang tapi didalam ada tuan pemiliknya yang merupakan nenek nenek moyang kami dahulu karena mau cepat jadi dibilang tanah negara. Tapi didesa Keban Agung belum ada dibebaskan ganti rugi walau pun PT.BSP sudah mengklaim masuk SHGU mereka. Dan jelasnya karena belum ada proses ganti rugi jadi sampai sekarang jelas tanah itu milik masyarakat,”ujar Ali Darwanto
Sementara itu, Minggu (12/6/2022) ketua tim 9 Yusnandar mengatakan, tanah tersebut milik masyarakat dan meminta perusahaan segera mungkin ganti rugi lahan tersebut.
” pemerintah juga terus melakukan upaya terkait permasalah ini agar selesai,” tambahnya.
Editor : Ivi Hamzah