LAPORAN : SMSI
PRABUMULIH, Gemasriwijaya – Kasus dugaan korupsi kredit modal kerja pada salah satu perusahaan rekanan (vendor) PT Pertamina EP Asset 2 (sekarang berganti nama Regional I atau PT Pertamina Hulu Rokan (PHR)), di sebuah bank BUMN di Prabumulih, masih terus bergulir.
Pihak penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Prabumulih pun mengaku, sudah menemukan fakta-fakta terkait kasus tersebut, dan menetapkan 2 (dua) tersangka dari pihak perusahaan rekanan dan oknum Account Officer (AO) Bank BUMN.
“IH (inisial, red) yang diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Khazanah Darussalam Indah (KDI), dan FY selaku Account Officer (AO) di salah satu Bank BUMN pada tahun 2017 sampai 2019 lalu,” sebut Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Prabumulih, Topik Gunawan SH MH didampingi Kasi Pidsus, Wan Susilo SH dan Kasi Intelijen, Hendra Gunawan SH, saat menggelar konferensi pers, Selasa (06/04/2021) kemarin.
Menurut Topik, kasus itu terjadi selama dua tahun berturut-turut dari 2017 hingga 2019. Pihak PT KDI diketahui mengajukan permohonan pinjaman kredit modal kerja konstruksi pada Bank BUMN dengan nilai lebih kurang sebesar Rp5,8 miliar.
Berikut Fakta-fakta kasus dugaan korupsi kredit modal kerja, yang ditemukan tim penyidik Kejari Prabumulih, sebagai berikut:
1. Pada tahun 2017 hingga 2019, PT KDI mengajukan permohonan pinjaman kredit modal kerja konstruksi pada Bank BUMN dengan nilai lebih kurang sebesar Rp5,8 miliar.
2. Dari hasil pemeriksaan dokumen, para saksi dan juga hasil audit BPKP, Tim Penyidik menetapkan 2 tersangka yakni, FY merupakan AO Bank BUMN di Prabumulih, dan IH dari PT KDI.
FY diketahui telah lebih dulu resign dari Bank BUMN, sebelum kasus dugaan tersebut mencuat.
3. Berdasarkan penyidikan, ada beberapa poin pelanggaran yang terjadi dalam proses pengajuan kredit modal miliaran rupiah tersebut yakni;
Pertama: Surat Edaran Direksi PT BRI Nomor : S25-Dir-Atk/07/02 Tanggal 22 Juli 2002 Tentang kredit modal kerja untuk pembiayaan jasa konstruksi proyek beserta perubahannya.
Kedua: Ada factor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian KMK konstruksi adalah dalam hal debitur atau calon debitur berkedudukan sebagai sub kontraktor.
Ketiga: Mengenai persyaratan kredit.
“Dimana untuk poin pertama bahwa kredit modal kerja konstruksi adalah modal kerja untuk membiayai kebutuhan modal kerja kontraktor yang memperoleh kontrak pengadaan atau penyelesaian dalam suatu proyek,” terang Kajari.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kajari Gorontalo Utara ini melanjutkan, dalam fakta penyidikan ditemukan tim jaksa bahwa kontrak pengadaan yang dibuat ternyata tidak sama dengan debitur.
“Maka dalam kontrak kerja antara budir dengan kontraktor utama harus membuat klausula agar dalam pelaksanaan proyek agar dapat di sub kontrakkan,” imbuhnya.
Nah dalam kasus ini, lanjut dia, tim penyidik jaksa Kejari Prabumulih berpendapat bahwa tidak ada proses sub kontrak. Yang ada melainkan, proses pinjam bendera dengan besaran fee sebesar 2 persen.
“Jadi yang terjadi bukan subkon melainkan pinjam bendera. Dua hal yang berbeda ya. Jadi, untuk memastikan keabsahan dan kebenaran dokumen yang dimaksud, pejabat kredit kreni harus memastikan atau melakukan pemeriksaan lapangan,” ungkapnya.
Dari beberapa poin hasil penyidikan dan fakta-fakta yang ditemukan itulah, dilanjutkan Topik, pihaknya semakin yakin penanganan kasus dugaan korupsi tersebut dapat ditingkatkan dengan menetapkan tersangka.
“Dan hal ini jugalah yang menjadikan dasar kami, kenapa pejabat lebih tinggi di atasnya belum dapat kita tentukan, hingga statusnya masih menjadi saksi, karena memang laporan yang didapat sehingga kredit diputuskan berdasarkan hasil laporan kunjungan lapangan yang disampaikan oleh si tersangka tersebut,” tukasnya.
Pengajuan Modal Diduga Juga untuk Pekerjaan Lain
Sementara menurut salah satu sumber, yang minta namanya tidak ditulis menyebutkan, bahwa pengajuan pinjaman modal kerja oleh perusahaan PT KDI, diduga tidak hanya diperuntukan pada satu pekerjaan, namun ada beberapa pekerjaan lain yakni, pengaspalan di area Pertamina di Pali, rehab bangunan SD di wilayah Lubai, Muara Enim, dan perbaikan pipa.
“Dapat kabar hampir mencapai 10 M, jumlah ini sudah termasuk yang 5,8 M di dalamnya. Ini yang harus terus diusut oleh pihak kejaksaan, biar terang benderang. Bahkan, infonya pihak Adera sendiri tidak mengetahui status pekerjaan yang akan diajukan pinjaman modal kerjanya, karena sudah dipegang Asset,” ungkap sumber ini, sembari kembali meminta namanya tidak disebut.
Lebih jauh, ia juga meyakini, bahwa masalah dugaan kasus itu tak hanya melibatkan kedua tersangka, tetapi bisa jadi ada pihak lain lagi yang terlibat. “Kita tunggu, dan percayakan saja kepada pihak penyidik Kejaksaan Negeri Prabumulih untuk mengusutnya,” imbuhnya.(Rilis SMSI Prabumulih)
Editor : Ivi Hamzah