OLEH : AGUS KURNIAWAN (Pimred Wartabianglala.com)
LAHAT, Gemasriwijaya – Layaknya angkutan umum kereta api kelas ekonomi yang akan dan harus berangkat dari Kota Lubuk Linggau pada pukul 09.00 WIB dan akan serta harus tiba di Stasiun Kertapati Kota Palembang pada pukul 15.45 WIB. Seperti sebuah prosess hukum alam yang sedang berjalan, tak ada regulasi atau tawar menawar dalam bentuk apa pun terkait dengan jadwal tersebut. Dimungkinkan akan selalu dan harus tepat waktu, dan jikapun terjadi keterlambatan, tak lain dan tak bukan pasti disebabkan oleh persoalan teknis. Bukan disebabkan karena menunggu seseorang yang datang terlambat, atau bahkan orang penting sekalipun. Kereta itu berjadwal ketat, tentu demi sebuah kepastian. Ada sebuah keharusan yang nilainya lebih dari apapun selain keselamatan. Siapa yang boleh ikut, tentu dia yang memenuhi syarat dan ketentuan. Dia yang memiliki identitas dan sudah beli tiket, dia yang sudah reservasi sebelumnya, dan dia yang datang tepat waktu. Artinya, ada aturan yang dibuat dan dijadikan sebagai tolok ukur bagi berlakunya suatu keadaan dan kondisi.
Demikianlah pula jaman berubah. Ialah yang terus bergerak kedepan. Tak ada istilah menunggu dalam kamusnya, dan bagi siapa saja yang tidak memenuhi syarat apalagi ia yang senang menunda dan datang terlambat, sudah barang tentu tak akan bisa ikut dalam perjalanan, sudah pasti akan tertinggal. Dunia ini punya banyak rekam jejak sejarah tentang perubahan-perubahan tersebut. Perubahan yang bersifat tiba-tiba itu sering kita kenal dengan sebutan “Revolusi”. Suatu kondisi dimana perubahan terjadi dengan radikal, perubahan yang memaksa kita untuk keluar dari kebiasaan sediakala, perubahan yang turut merubah cara serta pola kita dalam bagaimana menjalani hidup selanjutnya, perubahan yang akhirnya membawa kita pada dampak dari perubahan yang nyata sekaligus merubah sudut pandang kita tentang bagaimana cara kita kelak menjalani hidup bersama. Dan kita, akan sedikit lebih lama ngobrol di era ini.
Kilas balik tentang bagaimana negara kita berevolusi demi kemerdekaannya pada tahun 1945. Itu adalah suatu hal yang harus kita maknai bersama atas sebuah kondisi di mana pada 16 Agustus 1945 kita belum bernama dan masih dalam keadaan dijajah, dan pada esoknya tanggal 17 Agustus 1945, kita sudah merdeka dan memiliki nama yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada perubahan yang terjadi dengan sangat signifikan dan sekalgus membawa dampak yang radikal terhadap cara kita menjalani hidup bersama sebagai suatu bangsa dalam sebuah negara. Bahwa; peristiwa Kebangkitan Nasional pada tahun 1908 dan Sumpah Pemuda 1928, merupakan bagian yang dimungkinkannya peristiwa Proklamasi tersebut terjadi. Yang hari ini kita maknai sebagai Revolusi. Demikianlah cara sejarah mencatat dengan logis sebuah peristiwa demi keterkaitan sebab akibat. Ada sebuah proses yang melatarbelakangi perubahan, yang terjadi dengan begitu cepat. Sehingga saat perubahan itu terjadi dan berhasil, kita seakan melupakan sejenak perbedaan kita, tak ada suku dan agama yang memisahkan kita. sejenak, kita besatu padu menjalani kehidupan bersama sebagai suatu bangsa yang di sematkan dalam Bhineka Tunggal Ika.
Pun jua dengan Dunia yang memiliki catatan tentang perubahan Zaman (Revolusi Industri). Yang mencatat banyak mengenai perubahan kemampuan manusia dalam penemuan dan pencapaiannya terutama dalam bidang otomatisasi dan digitalisasi yang hari ini kita sebut dengan teknologi. yang mana kesemua itu memberikan dampak sangat nyata bagi cara kita menjalani hidup bersama. “Lalu, apa makna perubahan-perubahan yang terjadi dengan radikal itu bagi kebersamaan kita Indonesia?.” Saya, anda dan kita semua yang belum dan tidak saling mengenal ini, ternyata sudah berada dalam moda perubahan tersebut. Kita yang mana pada era 90an tak sedikitpun terpikir akan dapat berkomunikasi dan bertatap muka sekalipun keberadaan kita yang jaraknya terpisah berkilo-kilo meter, kini setiap orang dengan tingkatan kelas sosial manapun, sudah biasa melakukannya. hal itu telah menjadi kebiasaan yang lumrah dan bukan lagi dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa sebagaimana mulanya teknologi tersebut diluncurkan. Yang mana harga perangkat (Smartphone) yang dapat digunakan untuk mengakses teknologi itu harganya masih belum terjangkau untuk kalangan bawah. Kini wajah dunia kita berubah dengan sangat drastis. Dia berubah secara dahsyat. Perubahan itu sekaligus dan seketika merubah cara hingga pola kita dalam menjalani hidup bersama. Perubahan itu jualah yang kelak akan menentukan posisi dan peranan kita selanjutnya. Terbawa atau tertinggal, muncul atau justru tenggelam.
Demikianlah Industri 4.0 sebagai penamaan atas era saat ini. “loh, kok tiba-tiba udah 4.0, kapan 1, 2 dan 3 nya?.” Suka tidak suka, siap tidak siap, kita sudah dan telah sampai pada era itu. Kita tak siap, sama halnya dengan; kita akan tertinggal. Dan akan makin tertinggal apabila kita abai apalagi senang dengan keterlambatan.
Bahwa ada fakta di mana ketika dunia saat ini sedang bergerak maju, dan entah kenapa sepertinya kita justru ingin bergerak mundur. Dan ini yang menjadi tantangan kita saat ini, terutama bagi generasi selanjutnya yang mana di era ini akan di awali oleh geneasi millenial. Dan dari merekalah kelak akan lahir wakil-wakil pembaharuan dan perubahan. Dari tangan merekalah kelak nasib setiap orang akan bergantung. Tentu mereka yang terpilih adalah mereka yang siap melewati proses seleksi alam yang penuh tantangan dan persaingan ketat, meliputi banyak hal; kecepatan, ketelitian dan ketepatan, yang ditunjang dengan Literasi, fisik dan mental, kecerdasan intelektual dan kesadaran spritual.
Jaman batu, atau era di mana segala sesuatu dikerjakan hanya dengan mengandalakan otot, tampaknya sedang dijadikan tempat di mana beberapa kelompok tertentu dengan maksud tak baik mengarahkan kita. Padahal hari ini jaman berbicara sebaliknya. Suka tidak suka, dunia mengarahkan kita pada titik dimana eksistensi keterbatasan fisik kita sebagai manusia di gugat. Kita saat ini sudah berada dalam situasi yang kemarin dikatakan sebagai sesuatu yang “tidak mungkin”. Seperti halnya seseorang sanggup mengangkat beban yang beratnya 5 kali lipat dari berat tubuhnya, dulu hal demikian tidaklah mungkin dapat terjawab. Jikapun ada, toh orang tersebut hanya akan berakhir sebagai cerita mitos dan dongeng belaka, layaknya Samson Betawi dengan otot kawat tulang besinya. Tapi hari ini, semua terjawab. Jangankan berat beban yang 5 kali lebih berat bobot badannya, 10 bahkan 100 kali lipat pun akan dengan mudah diangkat hanya dengan menekan tombol. Sampai sini, kita memaknai bahwa keterbatasan fisik bukanlah lagi suatu hambatan. Demikianlah Revolusi Teknologi mengatasi persoalan keterbatasan fisik manusia.
Selanjutnya ketika fisik telah terbantu, revolusi berikutnya adalah keterbatasan otak kita. Kini, kita telah, sedang dan akan membuat kemampuan otak kita melampaui batas kemustahilan itu. Melampaui kodrat atas keterbatasannya. Secara umum, Revolusi 1.0 hingga revolusi 4.0 adalah tentang usaha ras manusia dalam mengalahkan kemustahilan atas keterbatasan manusia itu sendiri. Revolusi 1.0 dimulai ketika seorang James Watt menemukan mesin uap. Eropa berubah drastis. Skala produksi dari sebuah industri hingga hal-hal yang berhubungan dengan teknologi mekani langsung memberi dampak. Apa yang kemarin dilakukan dengan tangan, kini diganti dengan mesin. Dengan mudah kita dapat tebak bahwa revolusi itu langsung merubah wajah Eropa.
Berbeda dengan Eropa yang mendapat imbas positif. Kita, Indonesia justru sebaliknya. Mesin uap yang memicu terciptanya kapal tanpa layar, membuat VOC semakin hebat menjarah bumi kita. Waktu tempuh dan cuaca bukanlah lagi halangan bagi kapan dengan tenaga mesin uap tersebut. Revolusi 1.0 itu adalah tentang fase di mana keterbatasan fisik manusia bukan lagi hambatan.
Demikianlah Revolusi 2.0 yang tidak dapat dipisahkan dengan ditemukannya listrik. Amerika memanfaatkan ini dengan baik. Pada era ini teknologi mampu membuat jalur produksi menjadi cepat dan efisien. Conveyor Belt dibuat dan kehadiran Ford sebagai Pabrik Mobil, langsung merubah paradigma kita terkaitapa itu produksi massal. Otomatisasi mesin secara mekanikal sekaligus elektrikal dimulai. Secara tidak langsung kemampuan otak manusia yang terbatas mulai dibantu dengan hadirnya proses otomatisasi tersebut. Belum canggih, namun cukup membantu mengalahkan faktor error sebab lelah otak. Secara perlahan, teknologi analog mulai masuk dalam rangka mempelajari dan kemudian meniru konsep dan kemampuan otak manusia dengan cara sederhana. Digitalisasi adalah hal selanjutnya. Revolusi 3.0 masuk dengan cara lebih mengejutkan. Bagaimana teknologi kecerdasan buatan hadir dengan skala masif. Ketepatan, akurasi, presisi dan tak kenal kata capek adalah parameter dari kesemua itu dihadirkan. Jika hal tersebut disandingkan dengan manusia sebagai makhluk biologis, tentu seperti sangat bertentangan dengan kodrat. Mau tidak mau, siap tidak siap. Kita akan berhadap-hadapan dan bersaing dengan robot yang disisipi Artificial Intelegence (AI). Yang jelas akan sedikit banyak menggantikan peranan manusia yang dalam setiap konsepnya memerlukan perhitungan matematika.
Tak sampai di situ, kemungkinan saat kita sedang asyik ngbobrol bahas agama, sambil ngopi di kedai kopi yang baristanya berpenampilan keren dengan rambutnya yang gondrong, Revolusi 4.0 hadir dan masuk dalam ruang lingkup kita. Internet of Things (IoT), itulah makhluk menakutkan selanjutnya yang akan dan harus kita hadapi. Dan itu tentu lebih dahsyat dari sebelumnya bagi dampak bagaimana kita menjalani hidup bersama. Tak hanya sekadar otomatisasi dan digitalisasi yang sekadar pintar, industri 4.0 dijamin pasti akan menggabungkan pencapaian dari era 1.0, 2.0 dan 3.0 sebagai dasarnya. Kemajuan teknologi itu tentu mau tak mau akan mencitpakan aturan-aturan dan sistem baru dan berakibat pada munculnya cara dan pola baru bagi kita untuk bisa beradaptasi dan memanfaatkan informasi yang didapat dari aturan dan sistem tersebut. Dalam 24 jam sehari segala tindak-tanduk kita akan direkam olehnya tanpa mengenal capek. Dengan machine learning, yaitu mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar, yang memiliki kesadaran apabila dirinya melakukan kesalahan dan kemudian akan melakukan perbaikan atas kesalahan itu demi memperbaiki hasil berikutnya. Seperti layaknya kita Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan, kemudian kita pun turut mengambil peran itu dan kemudian menciptakan, dan sampai pada kemungkinan yang paling tidak mungkin terpikirkan apalagi terjadi, adalah dimana ciptaan itu, kelak akan menciptakan sesuatu yang baru lagi, “who knows?” seperti tak mungkin manusia pada masa jaman batu, yang menganggap apa yang hari ini sedang berjalan adalah sebuah hal yang logis. Dan apa yang terjadi selanjutnya kita tidak akan pernah tahu. Jadi, apa yang harus kita lakukan?
Menolak? Jelas hanya akan membuat kita semakin tertinggal. Menerima? Namun di sisi lain banyak saudara kita yang mencoba menghambatnya. Dan itulah tantangan kita bersama. Adakalanya, seorang pemimpin harus berani mengambil langkah dalam membuat suatu keputusan. Tentu bukan tentang masalah suka dan tidak suka, bukan pula tentang membuat semua pihak puas. Tapi mungkin lebih ke skala prioritas yang lebih besar harus segera dipikirkan. Biarkan mereka tertinggal jika memang harus. Karena kereta memang tak memiliki regulasi menunggu. Pun demikian jaman. Tidak semua orang harus diangkut, apalagi ia yang memang tak ingin. Mungkinkah Indonesia yang hari ini dipimpin oleh Pak Jokowi ini mampu membuat kita mengejar? Jawabannya tentu adalah Paradigma. Mungkin pemahaman itu yang harus dan sudah selesai. Paradigma bahwa indonesia adalah rumah bersama bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa jurang pemisah muslim dan non muslim, jawa non jawa, hingga pri dan non pri adalah kunci milik bersama. Di sana yang kita ributkan hanyalah tentang yang esensial, sehingga jalan kita meraih suatu bangsa yang maju, semulus berjalan di jalan tol. Ini jelas bukanlah pekerjaan jangka pendek yang mudah dikerjakan dan bisa selesai dalam waktu singkat. Ini tentang pencapaian logis yang juga harus dipertimbangkan dengan cara-cara logis meski hanya demi perkiraan. Dengan segenap regulasi dan akses yang sebelumnya tidak ada dan sekarang menjadi ada, ditambah dengan kekayaan SDA dan SDM yang mumpuni, tentu akan berpengaruh bagi perkembangan dan kemajuan Indonesia terhadap pengaruh dan percepatan laju kereta. Yang mana ini akan menjadi tantang tersendiri bagi pemimpin dalam melihat kemana kereta akan mengarah.
Dan terakhir dan mungkin bahkan sangat penting adalah tentang bagaimana generasi selanjutnya akan mengambil peran. Dengan modal melek teknologi dan pemahaman kemana arah dunia akan bergerak, seharusnya hal itu bukanlah sesuatu yang sulit. Kita memiliki kesempatan besar bahkan jika harus memimpin. Bukankah baru pada di tahun 2030 Indonesia akan menempati peringkat 5 sebagai negara terbesar di dunia? Secara konstitusional Presiden Jokowi akan harus melepas jabatan pada tahun 2024 bukan? Siapa paling tepat menggantikannya pada 2024 kelak agar tahun 2030 itu tak lewat seharusnya adalah dia yang paham dan tak buta arah pada kemana dunia sedang bergerak.
Dibuka dan diawali dengan Pandemi Covid-19 yang memaksa kita untuk melakukan aktifitas mulai bekerja dan belajar dari rumah, omong-omong belajar dari rumah, persoalan blank spot yang masih banyak ditemukan di daerah-daerah pelosok negeri adalah PR besar bagi daerahnya untuk dapat mengatasi persoalan itu dengan adanya alokasi Dana Desa senilai 1 Miliyar untuk 1 Desa, yang mana tentu persoalan itu bisa dapat diselesaikan dengan mudah. Berbanding terbalik dengan kita yang susah karena persoalan blank spot, negara-negara maju seperti Jepang justru telah memakai teknologi jaringan 5G sekaligus telah membahas Revolusi Industri 5.0. sedangkan kita? Kita akan tetap berada dalam kondisi dimana Revolusi industri 4.0 masih akan terus bergerak dan memberi warna dominan pada dunia kita. Dan di sanalah kita akan lebih lama ngbrol.
Lahat, 18 Maret 202