Laporan : Prima
LAHAT, Gemasriwijaya – Warga perwakilan dari dua desa dari Kecamatan Merapi Selatan, yakni Desa Geramat dan Lubuk Betung, mendatangi Kantor UPTD Kikim Pasemah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, di Perumnas Tiara Blok E, Kelurahan Bandar Agung, Lahat. Selasa (9/3/21).
Kehadiran warga dari dua desa ini untuk menanyakan tapal batas wilayah masuk kawasan hutan lindung yang saat ini dikelola sebagai perkebunan oleh warga kedua desa tersebut. Atas ketidak jelasan batas wilayah ini membuat masyarakat sekitar yang berladang maupun berkebun di wilayah kawasan hutan lindung menjadi resah.
Daryanto (55) perwakilan masyarakat Lubuk Betung menanyakan hal tapal batas hutan lindung kepada pihak UPTD Kikim Pasemah Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel, meraka menyatakan bahwa pihaknya hanya pengelola kawasan hutan lindung tersebut.
“Untuk mengetahui terkait tapal batas wilayah yang masuk kawasan hutan lindung, kami pihak UPTD menyarankan agar masyarakat menanyakan langsung ke Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Provinsi, karena itu wewenang mereka, bukan wewenang kami (UPTD Kehutanan),” terang salah seorang pegawai UPTD Kehutanan Lahat.
İa juga mengatakan bahwa Patok dan Palang itu dahulu pernah dipasang di lokasi titik tapal batas, namun hanya beberapa hari sudah hilang dirusak untuk menghilangkan jejak.
“Dulu pernah dipasang patok, namun hanya sebentar patok sudah hilang, kami tidak mungkin rasanya akan memasang patok dan memonitor tiap hari karena keterbatasan waktu dan anggaran,” jelasnya.
Menanggapi pernyataan UPTD Kehutan Provinsi, Daryanto yang perna menjabat BPD Desa Lubuk Betung membantah. Menurut Daryanto dirinya tidak pernah merasa ada pihak UPTD memasang patok di tapal batas wilayah kawasan hutan lindung. Jika memang ada pihak UPTD pasti koordinasi ke perangkat desa maupun pemerintah desa.
“Saya keberatan jika pihak UPTD Kehutanan Lahat menyudutkan dengan pernyataan bahwa patok yang mereka pasang dihilangkan masyarakat. Masyarakat tidak pernah merusak fasilitas yang dibangun pemerintah. Tadi saya ajak mereka untuk memasang patok sementara secara bersama, namun mereka keberatan dengan alasan anggaran,” kata Daryanto.
Di tambahkannya yang penting bagi mereka selaku masyarakat petani adalah mengetahui tapal batas.
“Sepanjang sepengetahuan kami, setiap melakukan penentuan titik koordinat pasti ada kepanitiannya. Nah arsip itu hingga saat ini kita tanyakan namun mereka tak dapat memperlihatkan sama sekali. Dalam waktu dekat kami akan ke BPKH Provinsi Sumsel untuk meminta kejelasan tapal batas wilayah hutan lindung di Merapi Selatan,” tegasnya.
Sementara Ahmad Kurnia (52), selaku mantan Kades Desa Geramat, Kecamatan Merapi Selatan menambahkan, Desa Geramat dari dahulu sampai sekarang memiliki hak wilayah adat. Untuk hak wilayah adat harus jelas dahulu tapal batasnya. Namun, hingga saat ini masyarakat masih bingung soal tapal batas.
“Kalau sudah jelas tapal batas wilayah, maka secara ototmatis masyarakat dapat menjalakan hak wilayah adat. Tapi kalau masih begini kami masih resah,” keluh Ahmad Kurnia.
Editor : Ivi Hamsyah