Laporan : Din
GEMAS – LAHAT
Sejak disahkannya Peraturan Bupati (Perbup) Lahat Nomor 16 tahun 2009, lalu, secara resmi dijadikan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lahat nomor 3 tahun 2011 tentang penggolahan dan pengusaha sarang burung walet, saat ini dinilai Mandul alias Jalan Ditempat.
Padahal dalam penggesahan Perda tersebut, menelan dana dugaan mencapai ratusan juta rupiah. Namun, disayangkan, peraturan daerah itu, terkesan hanya menjadi Perda kiasan saja oleh seluruh pengusaha penangkaran sarang burung walet di Lahat.
“Buktinya, seperti saat ini Peraturan Bupati (Perbu) Lahat, lalu, digodok DPRD Lahat beberapa tahun silam dan kini disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) No 3 tahun 2011 itu mandul dan terkesan jalan ditempat,” ungkap Ismet Tahir SH salah satu LSM di Kabupaten Lahat, Minggu (3/11/2019).
Menurut Ismet, untuk mengantongi izin pun, sipengusaha penangkaran walet tak segampang membalikkan telapak tangan ada beberapa syarat yang harus dilakukan pemilik penangkar walet sebelumnya yakni, melalui Bupati Lahat, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal.
“Terus terang untuk mendapatkan izinpun tidaklah mudah. Banyak syarat yang harus dipenuhi oleh sipemilik penangkaran walet. Sementara, dinas terkait tidak ada reaksi sampai detik ini, terkait pemberitaan rekan rekan media di Lahat,” tambahnya.
Untuk diketahui, sambung Ismet, syarat yang harus dipegang sipengusaha sarang walet diantaranya, Proposal pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet, dokumen lingkungan hidup UKL UPL, rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup (DLH), surat izin tempat usaha (SITU), izin mendirikan bangunan (IMB) dan atau izin penggunaan bangunan (IPB) serta surat pernyataan kesanggupan mentaati kewajiban dalam pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet.
“Nah, dari syarat itu bisa terlihat berapa banyak pengusaha walet yang Ilegal dan legal. Karena, saat ini pemilik sarang burung walet telah mencapai puluhan. Bahkan, bisa juga telah ratusan baik yang ada didalam Kota, maupun di Kecamatan Kabupaten Lahat,” tuturnya lugas.
Ia menjelaskan, kondisi dilapangan makin hari kian marak, bagaikan bak jamur dimusim hujan, mungkin ini kata kata tepat menggambarkan penangkaran walet di Kota Lahat.
“Kawasan yang menjadi mayorlitas sarang tersebut yakni, rumah toko (Ruko) yang ada di kawasan Jl Mayor Ruslan, atau kawasan Pasar kota Lahat, khususnya di bagian lantai teratasnya, pasar lematang. Ironisnya, bagunan sarang wallet yang tingginya melebihi menara masjid Jami Kota Lahat,” tukasnya.
Tidak tanggung-tanggung, si pemilik untuk bagunan membagun penagkaran tersebut melengkapi dengan segenap aksisorisnya. Menyebabkan suara bising yang ditimbulkan oleh burung ini yang menjadi factor utama keluhan warga terutama masyarakat disekitar lokasi.
Hal ini seperti terlihat di deretan pertokoan Citra Niaga, baik di sisi kanan, kri, depan dan ke belakangnya. Di bagian teratas ruko atau di bagian lantai 3 hingga 4nya, ‘istana-istana’ walet mulai berjejer megah.
”Kami ni pak, wong kecik jadi cakmano bae, Cuma biso nahan diri. Masalahyo, kian hari penangkaran wallet yang ada semakin marak, itu yang buat kami bisoyo diam saja,” terang Halim (42) warga yang ditemui wartawan onlinejurnalsumatra.com.
Keluhan terkadang tak jarang keluar dari warga, bahkan sudah dikategorikan sering. Kenapa tidak, di setiap sarang walet yang ada itu, biasanya juga dilengkapi dengan aksesorisnya, yang menimbulkan suara sangat keras dan bising.
“Kalo suaro, sudah pasti kamini sebenernyo teganggu. Bising nian soalnyo. Tapi kami dak biso nak ngomong pak,” ujarnya menambahkan.
Terlebih lagi, kondisi lain sebenarnya juga dikatakan Jonianto (37), warga pasar lainnya. Untuk perizinan di Lahat sendiri dirinya, dan beberapa warga lain sebenarnya masih jadi tanda Tanya besar terhadap penangkaran yang ada. Khususnya, mengenai tahapan izin warga sekitar yang ada, termasuk mengenai santer isu beredar setiap penangkaran walet yang ada itu, konon rata-rata tak berizin.
”Kami ini sadar cuma warga kecik, tapi jangan terus kami seperti terkesan dikesampingkan, dan ujung-ujungnya dirugikan, seperti saat ini kami rasakan,” jelas Jonianto.
Untuk itu, dirinya mengharapkan, kepada pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lahat, dalam hal ini melalui pihak terkait. Kiranya bisa menindaklanjuti serius masalah ini. Warga sebenarnya tak pernah keberatan akan maraknya penangkaran walet itu, selama izinnya jelas, dan masyarakat sekitar diberitahu, jangan hanya dampak negatifnya saja.
”Payo pak, tolong kami ni, kami juga punya hak. Jika memang mereka itu ada izin, bagaimana caranya terhadap kami ini. Minimal diberitahu dan diperhatikan, jangan negatif dan buruknyo bae.” Tambahnya.
Ketua Asosiasi Walet di Kabupaten Lahat Syamsulrizal Nusir mengungkapkan, sedikitnya ada 25 – 30 pengusaha penangkaran walet yang benar benar telah kantongi izin resmi dari Pemkab Lahat.
“Selebihnya, belum pegang izin. Penangkaran walet di Kabupaten Lahat diperkirakan sekitar mencapai 60 – 70 gedung yang ada didalam Kecamatan Kota Lahat yang telah berdiri megah hanya untuk penangkaran walet saja dan tidak memegang izin,” tukasnya.
Diakuinya, puluhan gedung yang masih berstatus Ilegal itu, masih terus menggeluti walet. Dan, benar lebih dari 65 persen pemilik penangkaran walet bersandar alias berlindung dibalik Asosiasi Walet Lahat.
Hasil panen walet dikatakannya, yang produktif dalam satu tahun satu hingga dua kali panen, dengan harga perkilonya sebesar Rp.2 juta rupiah.
“Dalam kecamatan kota saja mencapai puluhan penangkaran walet. Seperti gedung milik Toko Andi, depan Masjid Jami Pasar Lama, komplek pertokoan Citra Niaga, dari beberapa gedung 1 baru ada izin. Milik Meky masih dalam pengurusan, parahnya lagi, milik Kunghu dari 4 titik lokasi itu, satupun belum ada izin dari Pemkab Lahat,” pungkasnya.
Terpisah, Kadis Penanaman Modal PM dan PTSP Kabupaten Lahat Herry Alkafi AP MM dikonfirmasi membenarkan ada puluhan penangkaran walet di Kabupaten Lahat tidak mengantongi izin dari Pemkab Lahat.
“Benar ada puluhan bahkan ratusan dalam Kota sampai dikecamatan penangkaran walet tidak memiliki izin resmi dari Pemerintah Daerah. Maka dari itu, dalam waktu dekat pihaknya akan membahas persoalan yang ada, seraya menunggu petunjuk dari beliau langkah seperti apa yang ada diambil kedepannya. Karena, hasil walet merupakan sumber PAD Kabupaten Lahat,” urai Herry.
Editor : Ivi Hamzah