LAPORAN : Repi
GEMAS – PAGARALAM
Berpuluh puluh tahun warga Pagaralam Utara mengelolah dan menikmati hasil kebun yang diusahakannya, namun sejak tahun 2010 warga tersebut terpaksa gigit jari, lantaran lahan yang garap mendadak berstatus jadi hutan lindung, padahal sebagian masyarakat penggarap atau yang mengusahakan sudah ada yang jual beli bahkan memegang sertifikat. Atas kegundahan dan keresahan masyarakat, hari ini Selasa (24/04) mereka (masyarakat) Pagaralam Utara diantaranya dari Talang Kecepol, Aik Dingin dan sekitar nya yang merasa dirugikan dengan tapal batas yang baru, akhirnya mengadu ke DPRD kota Pagaralam.
Darman alias Darmok warga Talang Kecepol mewakili warga sekitar. Menurutnya terjadi Perampokan lahan milik warga yang sudah menjadi kebun.
“Kebun yang sudah lebih dari 60’tahunan digarap masyarakat, kenapa tiba tiba tapal batas yang sejak jaman Belanda dahulu dirubah, imbasnya masyarakat yang dirugikan,”ujarnya.
Sementara Haryono perwakilan lain menuturkan pada tahun 1997 belum ada batas perkebunan dengan tanda batas wilayah (BW) dan sudah puluhan tahun dikelolah oleh masyarakat. Lalu pada tahun 2010 Dinas Kehutanan dan TNI hanya berdasarkan aturan yang kurang memadai lalu batas itu diturunkan lebih kurang 2 km.
“Pemilik lahan berharap agar dicabutnya SK Menhut terkait dengan pencaplokan lahan masyarakat yang menjadi hutan lindung,”terangnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Pagaralam, Dedi Stanza menyatakan sudah dibahas bersama dengan DPRD Propinsi Sumsel terkait rekonstruksi tapal batas.
“Ini akan menjadi bahan dan masukan bagi kami selaku wakil rakyat,” ujarnya.
Sementara Alfian dari masyarakat mempertanyakan hutan milik masyarakat kenapa dijadikan hutan lindung.
“Aneh kalau hutan milik masyarakat sudah ada jual beli bahkan ada sertifikat malah dijadikan hutan lindung. Ada kesalahan dalam hal ini dan harus dibenahi,”urainya.
Pantauan awak media Rapat Banmus masih berlangsung dan sedikit tegang, sementara berita ini diturunkan.
Editor : Ivi Hamzah